Selasa, 26 Juni 2007

Haji Wada'

Haji Wada' atau haji perpisahan adalah ibadah haji terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W sebelum akhirnya ia wafat.
Kisah Wahyu Terakhir Kepada Rasulullah s.a.w. Haji, Muktamar Akbar Umat IslamOleh Dr.HC Mursalin DahlanAda yang perlu dicatat yakni pada tahun ke-10 Hijriah, Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji yang dikenal sebagai haji Wada', haji pertama, dan terakhir, tahun-tahun sebelumnya Rasulullah hanya melaksanakan ibadah umrah. Sesuai dengan sabda beliau, "Haji itu sekali, maka selebih dari itu adalah tathauwu."
Pada haji Wada' --hari ke 9 dan 10 Zulhijah--itu, Rasulullah menyampaikan pidato sekaligus dialog dengan sekira 140 ribu jemaah haji yang datang dari berbagai negeri, yang inti sarinya, sebagai berikut,"Wahai semua manusia, dengarkanlah perkataanku! Aku tidak tahu pasti, boleh jadi aku tidak akan bisa bertemu kalian lagi setelah tahun ini dengan keadaan seperti ini.
Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci atas kalian seperti kesucian hari ini, pada bulan ini, dan di negeri kalian ini. Ketahuilah, segala sesuatu dari urusan jahiliah sudah tidak berlaku di bawah telapak kakiku, darah jahiliah tidak berlaku, dan darah pertama dari darah kita yang kuhapuskan adalah darah Ibnu Rabi'ah bin Al-Harits. Riba Jahiliah tidak berlaku, dan riba pertama yang kuhapuskan adalah riba Abbas bin Abdul Muththalib. Semua itu tidak berlaku.
Bertakwalah kepada ALLAH dalam masalah perempuan, karena kalian mengambil mereka dengan amanat ALLAH dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat ALLAH. Kalian mendapatkan hak atas mereka, bahwa mereka tidak boleh mendatangkan seorang pun yang kalian benci ke tempat tidur kalian.
Jika mereka melakukan hal ini, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Mereka mendapatkan hak atas kalian rezeki dan pakaian dengan cara yang makruf.
Aku telah meninggalkan di tengah kalian sesuatu yang sekali-kali kalian tidak akan tersesat sesudahnya, selama kalian berpegang teguh kepadanya, yaitu Kitabullah.
Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada nabi lagi sesudahku dan tidak ada umat lagi sesudah umatku (umat Islam). Ketahuilah, sembahlah Rabb kalian, dirikanlah salat lima waktu, laksanakanlah saum Ramadan kalian, bayarkanlah zakat harta kalian dengan suka rela, tunaikanlah haji di Rumah Rabb kalian dan taatilah waliyul amri kalian, niscaya kalian masuk surga Rabb kalian.
Beliau bertanya kepada jemaah. "Sudahkah kusampaikan?"Jemaah menjawab, "Sudah. Kami bersaksi bahwa Engkau telah menyampaikan, melaksanakan kewajiban, dan memberi nasihat."Kalau begitu sabda beliau, "Kalian berkewajiban menyampaikan kepada yang tidak hadir."Jemaah menjawab, "Kami dengar dan kami laksanakan."
Lalu beliau bersabda sambil mengacungkan jari telunjuknya ke langit dan mengarahkan kepada jemaah. "Ya ALLAH, persaksikanlah!" Beliau mengucapkannya sampai tiga kali.
Setelah Rasulullah menyampaikan pidato dan dialog dengan jemaah, turun firman ALLAH. "Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian diin kalian dan telah kucukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu jadi diin bagi kalian." (Alquran Surah Al Maidah ayat 3).
Sejak itu, selama lebih dari tujuh ratus tahun, Islam membangun peradaban dunia yang bermartabat dengan gemilang, berhasil membebaskan Benua Eropa dari abad kegelapan, ketahayulan, dogma yang tak berdasar, menuju kepada cahaya kebenaran dan kemajuan.
Oleh : NOR WATI SULEIMAN / Ghadir Khum / Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
"Diriwayatkan bahawa surah AI-Maa-idah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu asar iaitu pada hari Jumaat di padang Arafah pada musim haji penghabisan [Wada*].
Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas peneri-maannya untuk mengingati isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan.
Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata: "Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh ALLAH s.w.t.dan demikian juga apa yang terlarang olehnya. Oleh itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahawa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu dengan kamu."
Sebaik sahaja Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah.Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat beliau, maka Rasulullah s.a.w. pun menceritakan apa yang telah diberitahu oleh malaikat Jibril a.s.. Apabila para sahabat mendengar hal yang demikian maka mereka pun gembira sambil berkata: "Agama kita telah sempurna !!. Agama kila telah sempuma!!."
Apabila Abu Bakar r.a. mendengar keterangan Rasulullah s.a.w. itu, maka ia tidak dapat menahan kesedihannya maka ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar ra. menangis dari pagi hingga ke malam.
Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: "Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Sepatutnya kamu berasa gembira sebab agama kita telah sempuma." Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar r.a. pun berkata: "Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kamu tahu bahawa apabila sesualu perkara itu telah sempuma maka akan kelihatanlah akan kekurangannya. Dengan turunnya ayat tersebut bahawa ianya menunjukkan perpisahan kila dengan Rasulullah s.a.w. Hasan dan Husin menjadi yatim dan para isteri nabi men-jadi janda."
Setelah mereka mendengar penjelasan dari Abu Bakar r.a. maka sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata Abu Bakar r.a., lalu mereka menangis dengan sekuat-kuatnya. Tangisan mereka telah didengar oleh para sahabat yang lain, maka mereka pun terus beritahu Rasulullah s.a.w. tentang apa yang mereka lihat itu. Berkata salah seorang dari para sahabat: "Ya Rasulullah s.a.w., kami baru bailk dari rumah Abu Bakar r.a. dan kami men-dapati banyak orang menangis dengan suara yang kuat di hadapan rumah beliau." Apabila Rasulullah s.a.w. mendengar keterangan dari para sahabat, maka berubahlah muka Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar r.a..
Sebaik sahaja Rasulullah s.a.w. sampai di rumah Abu Bakar r.a. maka Rasulullah s.a.w. melihat kesemua mereka yang menangis dan bertanya: "Wahai para sahabatku, kenapakah kamu semua menangis?." Kemudian Ali r.a. berkata: "Ya Rasulullah s.a.w., Abu Bakar r.a. mengatakan dengan turunnya ayat ini membawa tanda bahawa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?." Lalu Rasulullah s.a.w. berkata: "Semua yang dikata oleh Abu Bakar r.a. adalah benar, dan sesungguhnya masa untuk aku meninggalkan kamu semua telah hampir dekat."
Sebaik sahaja Abu Bakar r.a. mendengar pengakuan Rasulullah s.a.w., maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pengsan, sementara Ali r.a. pula mengeletar seluruh tubuhnya. Dan para sahabat yang lain menangis dengan sekuat-kuat yang mereka mampu. Sehingga gunung-gunung, batu-batu, semua malaikat yang dilangit, cacing-cacing dan semua binatang baik yang di darat mahu-pun yang di laut turut menangis.
Kemudian Rasulullullah s.a.w. bersalam dengan para sahabat satu demi satu dan berwasiat kepada mereka. Kisah Rasulullah s.a.w. mengalami hidup selepas turunnya ayat tersebut, ada yang mengatakan 81 hari, ada pula yang mengatakan beliau hidlip sehingga 50 hari selepas turunnya ayat terscbut, ada pula yang mengatakan beliau hidup selama 35 hari dari ayat tersebut diturunkan dan ada pula yang mengatakan 21 hari.
Pada saat sudah dekat ajal Rasulullah s.a.w., beliau menyu-ruh Bilal azan untuk mengerjakan shalat, lalu berkumpul para Muhajirin dan Anshar di masjid Rasulullah s.a.w.. Kemudian Rasulullah s.a.w. menunaikan shalat dua raka'at bersama semua yang hadir. Setelah selesai mengerjakan shalat beliau bangun dan naik ke atas mimbar dan berkata: "Alharndulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak orang kepada jalan ALLAH dengan izinnya. Dan saya ini adalah sebagai saudara kandung kamu, yang kasih sayang pada kamu semua seperti seorang ayah. Oleh itu kalau ada sesiapa yang mempunyai hak untuk menuntut, maka hendaklah ia bangun dan membalasi saya sebelum saya dituntut di hari kiamat."
Rasulullah s.a.w. berkata demikian sebanyak 3 kali kemudian bangunlah seorang lelaki yang bernama 'Ukasyah bin Muhshan dan berkata: "Demi ayahku dan ibuku ya Rasulullah s.a.w., kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali sudah tentu saya tidak mahu mengernukakan hal ini." Lalu 'Ukasyah berkata lagi: "Sesungguhnya dalam Perang Badar saya bersamamu ya Rasulullah, pada masa itu saya mengikuti unta anda dari belakang, setelah dekat saya pun turun menghampiri anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha anda, tetapi anda telah mengambil tongkat dan memukul unta anda untuk berjalan cepat, yang mana pada masa itu saya pun anda pukul pada tulang rusuk saya. Oleh itu saya hendak tahu sama ada anda sengaja memukul saya atau hendak memukul unta tersebut."
Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai 'Ukasyah, Rasulullah s.a.w. sengaja memukul kamu." Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Bilal r.a.: "Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkat aku ke mari." Bilal keluar dari masjid menuju ke rumah Fatimah sambil meletakkan tangannya di alas kepala dengan berkata: "Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas [diqishash]."
Setelah Bilal sampai di rumah Fatimah maka Bilal pun mem-beri salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah r.a. menyahut dengan berkata: "Siapakah di pintu?." Lalu Bilal r.a. berkata: "Saya Bilal, saya telah diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. unluk mengambil tongkat beliau."Kemudian Fatimah r.a. berkata: "Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya." Berkata Bilal r.a.: "Wahai Fatimah, Rasulullah s.a.w. telah menyediakan dirinya untuk diqishash." Bertanya Fatimah. r.a. lagi: "Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?."Bilal r.a. tidak menjawab perlanyaan Falimah r.a., sebaik sahaja Fatimah r.a. memberikan tongkat tersebut, maka Bilal pun membawa tongkat itu kepada Rasulullah s.a.w.
Setelah Rasulullah s.a.w. menerima tongkat tersebut dari Bilal r.a. maka beliau pun menyerahkan kepada 'Ukasyah. Melihatkan hal yang demikian maka Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. tampil ke hadapan sambil berkata: "Wahai 'Ukasyah, janganlah kamu qishash baginda s.a.w. tetapi kamu qishashlah kami berdua." Apabila Rasulullah s.a.w. mendengar kata-kata Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. maka dengan segera beliau berkata: "Wahai Abu Bakar, Umar, dudukiah kamu berdua sesungguhnya ALLAH s.w.t. telah menetapkan tempatnya untuk kamu berdua." Kemudian Ali r.a. bangun, lalu berkata: "Wahai "Ukasyah! Aku adalah orang yang sentiasa berada di samping Rasulullah s.a.w. oleh itu kamu pukullah aku dan janganlah kamu menqishash Rasulullah s.a.w." Lalu Rasultillah s.a.w. berkata: "Wahai Ali, duduklah kamu sesungguhnya ALLAH s.w.t. telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu."
Setelah itu Hasan dan Husin bangun dengan berkata: "Wahai 'Ukasyah, bukankah kamu tidak tahu bahawa kami ini adalah cucu Rasulullah s.a.w., kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah s.a.w." Mendengar kata-kata cucunya RasuluUali s.a.w. pun berkata: "Wahai buah hatiku, duduklah kamu berdua." Berkata Rasulullah s.a.w. "Wahai 'Ukasyah pukullah saya kalau kamu hendak memukul." Kemudian 'Ukasyah berkata: "Ya Rasulullah s.a.w., anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju." Maka Rasulullah s.a.w. pun membuka baju, sebaik sahaja Rasulullah s.a.w. membuka baju maka menangislah semua yang hadir.
Sebaik sahaja 'Ukasyah melihat tubuh badan Rasulullah s.a.w. maka ia pun mencium beliau dan berkata; "Saya tebus anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah s.a.w. siapakah yang sanggup memukul anda. Saya melakukan begini adalah sebab saya hendak menyentuh badan anda yang dimuliakan oleh ALLAH s.w.t dengan badan saya. Dan ALLAH s.w.t. menjaga saya dari neraka dengan kehormatanmu." Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: "Dengarlah kamu sekali-an, sekiranya kamu hendak melihat ahli syurga, inilah orangnya."
Kemudian semua para jemaah bersalam-salaman atas kegem-biraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para jemaah pun berkata: "Wahai 'Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperolehi darjat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah s.a.w. di dalam syurga."Apabila ajal Rasulullah s.a.w. makin hampir maka beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Siti Aisyah r.a. dan beliau berkata: "Selamat datang kamu semua semoga ALLAH s.w.t. mengasihi kamu semua, saya berwasiat kepada kamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada ALLAH s.w.t. dan mentaati segala perintahnya. Sesungguhnya hari perpisahan antara saya dengan kamu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada ALLAH s.w.t dan menempatkannya di syurga. Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abas hendaklah mcnuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya. Setelah itu kamu kapanilah aku dengan pakaianku sendiri apabila kamu semua menghendaki, atau kapanilah aku dengan kain yaman yang putih. Apabila kamu memandikan aku, maka hendaklah kamu letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu kamu semua keluarlah sebentar mening-galkan aku. Pertama yang akan menshalatkan aku ialah ALLAH s.w.t., kemudian yang akan menshalat aku ialah Jibril a.s., kemudian diikuti oleh malaikat Israfil, malaikat Mikail, dan yang akhir sekali malaikat lzrail berserta dengan semua para pembantunya. Setelah itu baru kamu semua masuk beramai-rarnai bershalat ke atasku."
Sebaik sahaja para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu maka mereka pun menangis dengan nada yang keras dan berkata: "Ya Rasulullah s.a.w. anda adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami dan untuk semua, yang mana selama ini anda memberi kekuatan dalam penernuan kami dan sebagai penguasa yang menguruskan perkara kami. Apabila anda sudah tiada nanti kepada siapakah yang akan kami tanya setiap persoalan yang timbul nanti?."Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: "Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu semua dua penasihat yang satu daripadanya pandai bicara dan yang satu lagi diam sahaja. Yang pandai bicara itu ialah AI-Quran dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit di antara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada AI-Quran dan Hadis-ku dan sekiranya hati kamu itu berkeras maka lembutkan dia dengan mengambil pengajaran dari mati."
Setelah Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka sakit Rasulullah s.a.w. bermula. Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dijenguk oleh para sahabat. Dalam sebuah kitab diterangkan bahawa Rasulullah s.a.w. diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Isnin penyakit Rasulullah s.a.w. bertambah berat, setelah Bilal r.a. selesaikan azan subuh, maka Bilal r.a. pun pergi ke rumah Rasulullah s.a.w.. Sesampainya Bilal r.a. di rumah Rasulullah s.a.w. maka Bilal r.a. pun memberi salam: "Assalaarnualaika ya Rasulullah !." Lalu dijawab oleh Fatimah r.a.: "Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau." Setelah Bilal r.a. mendengar penjelasan dari Fatimah r.a. maka Bilal r.a. pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fatimah r.a. itu.
Apabila waktu subuh hampir hendak lupus, lalu Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah s.a.w. dan memberi salam seperti permulaan tadi, kali ini salam Bilal r.a. telah di dengar oleh Rasulullah s.a.w. dan baginda berkata; "Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya penyakitku ini semakin berat, oleh itu kamu suruhlah Abu Bakar mengimarnkan shalat subuh berjemaah dengan mereka yang hadir." Setelah mendengar kata-kata Rasulullah s.a.w. maka Bilal r.a. pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata: "Aduh musibah." Sebaik sahaja Bilal r.a. sampai di masjid maka Bilal r.a. pun memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah s.a.w. katakan kepadanya.
Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan dirinya apabila ia melihat mimbar kosong maka dengan suara yang keras Abu Bakar r.a. menangis sehingga ia jatuh pengsan. Melihatkan peristiwa ini maka riuh rendah dalam masjid, sehingga Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Fatimah r.a.; "Wahai Fatimah apakah yang telah berlaku?." Maka Fatimah r.a. pun berkata: "Kekecohan kaum muslimin, sebab anda tidak pergi ke masjid." Kemudian Rasulullah s.a.w. memanggil Ali r.a. dan Fadhl bin Abas, lalu Rasulullah s.a.w. bersandar kepada kedua mereka dan terus pergi ke masjid. Setelah Rasulullah s.a.w. sampai di masjid maka beliau pun bershalat subuh bersama dengan para jemaah.
Setelah selesai shalat subuh maka Rasulullah s.a.w. pun her-kata: "Wahai kaum muslimin, kamu semua sentiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan ALLAH, oleh itu hendaklah kamu semua bertaqwa kcpada ALLAH s.w.t. dan mengerjakan segala perintahnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia."
Setelah berkala demikian maka Rasulullah s.a.w. punpulang ke rumah beliau. Kemudian ALLAH s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail: "Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasihku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut rohnya maka hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut sekali. Apabila kamu pergi ke rumahnya maka minta izinlah lerlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masukiah kamu ke rumahnya dan kalau ia tidak izinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali padaku."
Sebaik sahaja malaikat lzrail mendapat perintah dari ALLAH s.w.t. maka malaikal lzrail pun turun dengan menyerupai orang Arab Badwi. Setelah malaikat lzrail sampai di hadapan rumah Rasulullah s.a.w. maka ia pun memberi salam: "Assalaamu alaikum yaa ahia baitin nubuwwati wa ma danir risaalati a adkhulu?" [Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu semua sekalian, wahai penghuni rumah nabi dan sumber risaalah, bolehkan saya masuk?" Apabila Fatimah mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; "Wahai hamba ALLAH, Rasulullah s.a.w. sedang sibuk sebab sakitnya yang semakin berat."
Kemudian malaikat lzrail berkata lagi seperti dipermulaannya, dan kali ini seruan malaikat itu telah didengar oleh Rasulullah s.a.w. dan Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Fatimah r.a.: "Wahai Fatimah, siapakah di depan pintu itu." Maka Fatimah r.a. pun berkata: "Ya Rasulullah, ada seorang Arab Badwi memanggil mu, dan aku telah katakan kepadanya bahawa anda sedang sibuk sebab sakit, sebaliknya dia memandang saya dengan tajam sehingga saya merasa mcnggigil badan saya." Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata; "Wahai Fatimah, tahu-kah kamu siapakah orang itu?." Jawab Fadmah; "Tidak ayah." Dia adalah malaikat lzrail, malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur." Fatimah r.a. tidak dapat menahan air malanya lagi setelah mengetahui bahawa saat perpisahan dengan ayahandanya akan berakhir, dia menangis sejadi-jadinya.
Apabila Rasullillah s.a.w. mendengar tangisan Falimah r.a. maka beliau pun berkata: "Janganlah kamu menangis wahai Fatimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu dengan aku." Kemudian Rasulullah s.a.w. pun menjemput malaikat lzrail masuk. Maka malaikat lzrail pun masuk dengan mengucap: "Assalamuaalaikum ya Rasulullah." Lalu Rasulullah s.a.w. menjawab: "Wa alaikas saalamu, wahai lzrail engkau datang menziarahi aku atau untuk mencabut rohku?" Maka berkata malaikat lzrail: "Kedatangan saya adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut rohmu, itupun kalau kamu izinkan, kalau kamu tidak izinkan maka aku akan kembali." Berkata Rasulullah s.a.w.: "Wahai lzrail, di manakah kamu tinggalkan Jibril?" Berkata lzrail: "Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, semua para malaikat sedang memuliakan dia."
Tidak beberapa saat kemudian Jibril a.s. pun turun dan duduk dekat kepala Rasulullah s.a.w. Apabila Rasulullah s.a.w. melihat kedatangan Jibril a.s. maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: "Wahai Jibril, tahukah kamu bahawa ajalku sudah dekat" Berkata Jibril a.s.: "Ya aku memang tahu." Rasulullah s.a.w. bertanya lagi: "Wahai Jibril, beritahu kepadaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi ALLAH s.w.t." Berkata Jibril a.s.: "Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat bersusun rapi menanti rohmu dilangit. Kesemua pintu-pintu syurga telah dibuka, dan kesemua para bida-dari sudah berhias menanti kehadiran rohmu."
Berkala Rasulullah s.a.w.: "Alhamdulillah, sekarang kamu katakan pula tentang umatku di hari kiamat nanti." Berkata Jibril a.s.: "ALLAH s.w.t. telah berfirman yang ber-maksud: "Sesungguhnya aku telah melarang semua para nabi masuk ke dalam syurga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki syurga sebelum umatmu memasuki syurga." Berkata Rasulullah s.a.w.: "Sekarang aku telah puas hati dan telah hilang rasa susahku." Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai lzrail, dekatlah kamu kepadaku."
Setelah itu Malaikat lzrail pun memulakan tugasnya, apabila roh nya sampai pada pusat, maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: "Wahai Jibril, alangkah dahsyatnya rasa mati." Jibril a.s. mengalihkan pandangan dari Rasulullah s.a.w. apabila mendengar kata-kata beliau itu. Melihatkan telatah Jibril a.s. itu maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: "Wahai Jibril, apakah kamu tidak suka melihat wajahku?" Jibril a.s. berkata: "Wahai kekasih ALLAH, siapakah orang yang sanggup melihat wajahmu dikala kamu dalam sakaratul maut?"
Anas bin Malik r.a. berkata: "Apabila roh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada beliau telah bersabda: "Aku wasiatkan kepada kamu agar kamu semua menjaga shalat dan apa-apa yang telah diperintahkan ke atasmu." Ali r.a. berkata: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. ketika menjelang saat-saat terakhir, telah mengerakkan kedua bibir beliau sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telinga, saya dengan Rasulullah s.a.w. berkata: "Umatku, umatku." Telah bersabda Rasulullah s.a.w. bahawa: "Malaikat Jibril a.s. telah berkata kepadaku; "Wahai Muhammad, sesungguhnya ALLAH s.w.t. telah menciptakan sebuah laut di belakang gunung Qaf, dan di laut itu terdapat ikan yang selalu membaca selawat untukmu, kalau sesiapa yang mengambil seekor ikan dari laut tcrsebut maka akan lumpuhlah kedua belah tangannya dan ikan tersebut akan menjadi batu."
Pembaca sepatutnya mengalirkan air mata semasa membaca kisah ini. Berapa ramaikah kita menangis mengenangkan kisah nabi, mungkin yang paling banyak orang yang menangis ialah apabila mereka melihat wayang yang berunsur sedih

Sifat 20

SIFAT DUA PULUH
Bermula Mu’alim hamba [Buya Abdul Karim bin Muhammad Nur – Kerinci Indonesia] menyusun sebuah kitab yang menjadi pegangan seluruh murid beliau yang ditulis menggunakan huruf jawi (Arab Melayu), mudah-mudahan ALLAH meredhoi dan mengizinkan hamba mengutarakannya dalam forum ini tanpa melanggar adab.
Bismillahirrahmanirrahiim…
Adapun Mubadi ilmu tauhid itu sepuluh perkara:
1.
Nama ilmu ini yaitu ilmu Tauhid, ilmu Kalam, ilmu Sifat, ilmu Ussuluddin, ilmu ‘Aqidul Iman
2.
Tempat ambilannya : yaitu diterbitkan daripada Qur’an dan Hadits
3.
Kandungannya yaitu mengandung pengetahuan dari hal membahas ketetapan pegangan kepercayaan kepada Tuhan dan kepada rasul-rasulNya, daripada beberapa simpulan atau ikatan kepercayaan dengan segala dalil-dalil supaya diperoleh I’tikad yang yakin (kepercayaan yang putus/Jazam sekira-kira menaikkan perasaan/Zauk untuk beramal menurut bagaimana kepercayaan itu.
4.
Tempat bahasannya atau Maudu’nya kepada empat tempat:
a.
Pada Zat ALLAH Ta’ala dari segi sifat-sifat yang wajib padanya, sifat-sifat yang mustahil padaNya dan sifat-sifat yang harus padaNya.
b.
Pada zat rasul-rasul dari segi sifat-sifat yang wajib padanya, sifat-sifat yang mustahil padanya dan sifat-sifat yang harus padanya
c.
Pada segala kejadian dari segi jirim dan jisim dan aradh sekira-kira keadaannya itu jadi petunjuknya dan dalil bagi wujud yang menjadikan dia
d.
Pada segala pegangan dan kepercayaan dengan kenyataan yang didengar daripada perkhabaran rasul-rasul ALLAH seperti hal-hal surga dan neraka dan hari kiamat
5.
Faedah ilmu ini yaitu dapat mengenal Tuhan dan percaya akan rasul dan mendapat kebagianan hidup didunia dan hidup di akhirat yang kekal.
6.
Nisbah ilmu ini dengan lain-lain ilmu, yaitu ilmu ini ialah ilmu yang terbangsa kepada agama Islam dan yang paling utama sekali dalam agama Islam.
7.
Orang yang menghantarkan ilmu ini atau mengeluarkannya yaitu, yang pertama mereka yang menghantarkan titisan ilmu tauhid dengan mendirikan dalilnya untuk menolak perkataan meraka yang menyalahi ialah dari pada ulama-ulama yang mashur yaitu Imam Abu Al hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur At Maturidi tetapi mereka pertama yang menerima ilmu tauhid daripada ALLAH Ta’ala ialah nabi Adam alaihissalam, dan yang akhir sekali Nabi Muhammad SAW.
8.
Hukumnya, yaitu fardhu ‘ain bagi tiap-tiap orang yang mukallaf (Muslim,akil-baliq, berakal) laki-laki atau perempuan mengetahui sifat-sifat yang wajib, yang mustahil dan yang harus pada ALLAH Ta’ala dengan jalan Ijmal atau ringkasan begitu juga bagi rasul-rasul ALLAH dan dengan jalan tafsil atau uraian
9.
Kelebihannya yaitu semulia-mulia dan setinggi-tinggi ilmu daripada ilmu yang lain-lain, karena menurut haditsnya nabi: InALLAHata’ala lam yafrid syai’an afdola minattauhid wasshalati walaukana syai’an afdola mintu laf tarodohu ‘ala malaikatihi minhum raakitu wa minhum sajidu, artinya, Tuhan tidak memfardukan sesuatu yang terlebih afdhol daripada mengEsakan Tuhan. Jika ada sesuatu terlebih afdhol daripadanya niscaya tetaplah telah difardhukan kepada malaikatnya padahal setengah daripada malaikatnya itu ada yang ruku’ selamanya dan setengah ada yang sujud selamanya dan juga ilmu tauhid ini jadi asal bagi segala ilmu yang lain yang wajib diketahui dan lagi karena mulia , yaitu Zat Tuhan dan rasul dan dari itu maka jadilah maudu’nya semulia-mulia ilmu dalam agama Islam.
10.
Kesudahan ilmu ini yaitu dapat membedakan antara I’tikad dan kepercayaan syah dengan yang batil dan dapat pula membedakan antara yang menjadikan dengan yang dijadikan atau antara yang Qadim dengan yang muhadasNya
Ilmu Tauhid
Adapun pendahuluan masuk pada menjalankan ilmu tauhid itu berhimpun atas tiga perkara:
1.
Khawas yang lima yaitu, Pendengar, Penglihat, Pencium, Perasa Pengecap (lidah) dan Peraba
2.
Khabar Mutawatir, yaitu khabar yang turun menurun. Adapun khabar mutawatir itu dua bagian:
a.
Khabar Mutawatir yang datang daripada lidah orang banyak
b.
Khabar Mutawatir yang datang daripada lidah rasul-rasul
3.
Kandungannya yaitu mengandung pengetahuan dari hal membahas ketetapan pegangan kepercayaan kepada Tuhan dan kepada rasul-rasulNya, daripada beberapa simpulan atau ikatan kepercayaan dengan segala dalil-dalil supaya diperoleh I’tikad yang yakin (kepercayaan yang putus/Jazam sekira-kira menaikkan perasaan/Zauk untuk beramal menurut bagaimana kepercayaan itu.
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Aqal (akal)
Adapun ‘Aqal itu dua bagian :
1.
‘Aqal Nazori, yaitu aqal yang berkehendak kepada fikir dan keterangan.
2.
‘Aqal Doruri, yaitu aqal yang tiada berkehendak kepada fikir dan keterangan.
Adapun Hukum ‘Aqal itu tiga bagian:
1.
Wajib ‘Aqal, yaitu barang yang tiada diterima oleh aqal akan tiadanya maka wajib adanya (Zat, Sifat dan Af’al ALLAH)
2.
Mustahil ‘Aqal, yaitu barang yang tiada diterima oleh aqal akan adanya maka mustahil adanya (Segala kebalikan daripada sifat yang wajib, sekutu)
3.
Harus ‘Aqal, yaitu barang yang diterima oleh akal akan adanya atau tiadanya (Alam dan segala isinya yang baharu/diciptakan)
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Mumkinun (Baharu Alam)
Adapun yang wajib bagi ‘Alam mengandung empat perkara:
1.
Jirim, yaitu barang yang beku bersamaan luar dan dalam seperti, batu, kayu, besi dan tembaga
2.
Jisim, yaitu barang yang hidup memakai nyawa tiada bersamaan luar dalam seperti manusia dan binatang
3.
Jauhar Farad, barang yang tiada boleh dibelah-belah atau dibagi-bagi seperti asap, abu dan kuman yang halus-halus
4.
Jauhar Latief, yaitu Jisim yang halus seperti ruh, malaikat, jin, syaiton dan nur
Wajib bagi Jirim, Jisim, Jauhar Farad dan Jauhar Latief bersifat dengan empat sifat:
1.
Tempat, maka wajib baginya memakai tempat seperti kiri atau kanan, atas atau bawah, hadapan atau belakang
2.
Jihat, maka wajib baginya memakai jihat seperti utara atau selatan, barat atau timur, jauh atau dekat
3.
Berhimpun atau bercerai
4.
Memakai ‘arad, yaitu gerak atau diam, besar atau kecil, panjang atau pendek dan memakai rasa seperti manis atau masam, masam atau tawar dan memakai warna-warna seperti hitam atau putih, merah atau hijau dan memakai bau-bauan seperti harum atau busuk
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Hukum Adat Thobi'at
Adapun yang wajib bagi hukum adat Thobi’at yang dilakukan didalam dunia ini sahaja, seperti makan, apabila makan maka wajib kenyang sekedar yang dimakan begitu juga api apabila bersentuh dengan kayu yang kering maka wajib terbakar, dan pada benda yang tajam yang apabila dipotongkan maka wajib putus atau luka.
Dan begitu juga pada air apabila diminum maka wajib hilang dahaga sekedar yang diminum. Adapun yang mustahil pada adat Thobi’at itu tiada sekali-kali seperti makan tiada kenyang, minum tiada hilang dahaga, dipotong dengan benda yang tajam tiada putus atau luka dan dimasukkan didalam api tiada terbakar. Akan tetapi yang mustahil pada adat itu sudah berlaku pada nabi Ibrahim as di dalam api tiada terbakar dan pada nabi Isma’il as dipotong dengan pisau yang tajam diada putus atau luka .
Adapun yang mustahil pada adat itu jika berlaku pada rasul-rasul dinamakan Mu’jizat, jika berlaku pada nabi-nabi dinamakan Irhas, jika pada wali-wali dinamakan Karamah, dan jika pada orang yang ta’at dinamakan Ma’unah dan jika berlaku pada orang kafir atau orang fasik yaitu ada empat macam:
1.
dinamakan Istidraj pada Johirnya bagus dan hakikat menyalahi
2.
dinamakan Kahanah yaitu pada tukang tenung
3.
dinamakan Sa’uzah yaitu pada tukang sulap mata
4.
dinamakan Sihir yaitu pada tukang sihir
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~

Mohon ampunan dan RidhoMu yaa ALLAH,...
Itulah yang telah terdahulu banyak hamba ungkapkan (terlanjur) di topik-topik yang ada dalam BSC ini, untuk selanjutnya hamba, Insya ALLAH, akan memohon izin dahulu kepada Mu'alim hamba, sebab ada beberapa huraian penting yang hamba wajib meminta izin dahulu pada beliau, diantaranya: Hukum Syara', Hakikat Makrifat beserta huraian dalil bagi Sifat-Sifat yang wajib bagi 'aqal tentang keTuhanan:
-Sifat Nafsiyah -Sifat Salbiyah -Sifat Ma'ani -Sifat Ma'nawiyah
lalu dibagian menjadi dua bagian:
-Sifat Istighna (28 Aqa'id) -Sifat Iftikhor (22 Aqa'id)
yang menghasilkan faham hakikat nafi mengandung isbat, isbat mengandung nafi (50 Aqa'id), lalu berlanjut pada huraian Sifat-sifat bagi Rasul, ditambah empat perkara rukun iman (18 Aqa'id), menghasilkan penjelasan aqa'idul iman yang 5 (lima jenis), aqa'idul iman 50, aqa'idul iman 60, aqa'idul iman 64, aqa'idul iman 66 dan aqa'idul iman 68. Baharulah disimpulkan menjadi 4 rukun Syahadat dan adab-adabnya, serta menjelaskan penjelasan zikir, serta makna asma ALLAH InsyaALLAH....
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
MA'RIFAT
Adapun hakikat Ma’rifat itu berhimpun atas tiga perkara:
1.
'Itikad Jazam, yaitu 'Itikad yang putus tiada syak, dzon dan waham
2.
Muwafikulilhaq, yaitu Muafakat dengan yang sebenarnya mengikut Al Qur’an dan Hadits
3.
Mu’addalil yaitu beserta dalil
Adapun Dalil itu dua bagian:
1.
Dalil naqal (naqli), yaitu Al Qur’an dan Hadits.
2.
Dalil aqal (aqli), yaitu aqal kita
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Adapun dalil wujud ALLAH Ta’ala pada orang awam yaitu Baharu alam seperti firman ALLAH Ta’ala dalam Al Qur’an : ALLAHu khaliqu kullu syai’in, artinya: ALLAH Ta’ala yang menjadikan tiap-tiap sesuatu
Adapun Hakikat Ma’rifat orang yang Khawas :
1.
'Itikat jazam, tiada syak, dzon dan waham
2.
Muwafakat ilmunya, aqalnya dan hatinya dengan jalan Ilham Ilahi
3.
Dalil pada dirinya, seperti firman ALLAH Ta’ala dalam Al Qur’an: wa fii amfusikum afala tubsiruun, artinya: pada diri kamu tiadakah kamu lihat, dan juga Hadits Rasullullah, Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu, artinya barang siapa mengenal dirinya bahwasanya mengenal Tuhannya.
Adapun Hakikat Ma’rifat orang yang Khawasul khawas:
1.
I’tikad jazam, tiada sak, dzon dan waham
2.
Muwafakat Ilmunya, aqalnya dan hatinya dengan jalan kasaf Ilahi terkaya ia daripada dalil yakni tiada berkehendak lagi kepada dalil (Aqal dhoruri) terus ia ma’rifat kepada ALLAH Ta’ala.
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Adapun Ma’rifat itu tiga martabat:
1.
Ilmul yaqin, yaitu segala Ulama
2.
‘Ainul yaqin, yaitu segala Aulia
3.
Haqqul yaqin, yaitu segala Anbiya
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
SIFAT-SIFAT KETUHANAN
Adapun yang wajib bagi Ketuhanan itu bersifat dengan empat sifat:
1.
Sifat Nafsiyah, yaitu Wujud
2.
Sifat Salbiyah yaitu, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniat
3.
Sifat Ma’ani, yaitu, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami’, Bashir dan Kalam
4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu Qadirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirrun dan Muttaqalimuun
Dibagi lagi menjadi dua sifat (Pendekatan secara nafi dan isbat)
1.
Sifat Istighna’ yaitu, Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhulilkhawadits, Qiyamuhu binafsihi, Sami’, Bashir, Kalam, Sami’un, Bashirun dan Muttaqallimun
2.
Sifat Iftikor, yaitu Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Kodirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun dan Wahdaniah
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~

SIFAT-SIFAT KETUHANAN
Adapun yang wajib bagi Ketuhanan itu bersifat dengan empat sifat:
1.
Sifat Nafsiyah, yaitu Wujud
2.
Sifat Salbiyah yaitu, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniat
3.
Sifat Ma’ani, yaitu, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami’, Bashir dan Kalam
4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu Qadirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirrun dan Muttaqalimuun
Dibagian lagi menjadi dua sifat (Pendekatan secara nafi dan isbat)
1.
Sifat Istighna’ yaitu, Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhulilkhawadits, Qiyamuhu binafsihi, Sami’, Bashir, Kalam, Sami’un, Bashirun dan Muttaqallimun
2.
Sifat Iftikor, yaitu Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Kodirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun dan Wahdaniah
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Bagianan I: Sifat Nafsiyah:
Wujud, artinya ada, yang ada itu dzat ALLAH Ta’ala, lawannya ‘Adum, artinya tiada yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan ALLAH Ta’ala itu tiada karena jikalau ALLAH Ta’ala itu tiada niscaya tiadalah perobahan pada alam ini. Alam ini jadilah statis (tak ada masa, rasa dll), dan tiadalah diterima 'aqal jika semua itu (perobahan) terjadi dengan sendirinya.
Jikalau alam ini jadi dengan sendirinya niscaya jadilah bersamaan pada suatu pekerjaan atau berat salah satu maka sekarang alam ini telah nyata adanya sebagaimana yang kita lihat sekarang ini dan teratur tersusun segala pekerjaannya maka menerimalah aqal kita wajib adanya ALLAH Ta’ala dan mustahil lawannya tiada. Adapun dalilnya yaitu firmannya dalam Al Qur’an: ALLAHu kholiqu kullu syai’in artinya, ALLAH Ta’ala jualah yang menjadikan tiap-tiap sesuatu.
Adapun Wujud itu sifat Nafsiyah ada itulah dirinya hak Ta’ala. Adapun ta’rif sifat nafsiyah itu: Hiya huwa wala hiya ghoiruku, artinya, sifat inilah dzat hak Ta’ala, tiada ia lain daripadanya yakni sifat pada lafadz dzat pada makna
Adapun Hakikat sifat nafsiyah itu : Hiya lhalul wajibatu lizzati maadaamati azzatu ghoiru mu’alalahi bi’illati, artinya: hal yang wajib bagi dzat selama ada dzat itu tiada dikarenakan dengan suatu karena yakni adanya yaitu tiada karena jadi oleh sesuatu dan tiada Ia terjadi dengan sendirinya dan tiada Ia menjadikan dirinya sendiri dan tiada Ia berjadi-jadian.
Adapun Wujud itu dikatakan sifat Nafsiyah karena wujud menunjukkan sebenar-benar dirinya dzat tiada lainnya dan tiada boleh dipisahkan wujud itu lain daripada dzat seperti sifat yang lain-lain.
Adapun Wujud itu tiga bagian:
1.
Wujud Haqiqi, yaitu dzat ALLAH Ta’ala maka wujud-Nya itu tiada permulaan dan tiada kesudahan maka wujud itu bersifat Qadimdan Baqa’, inilah wujud sebenarnya
2.
Wujud Mujazi, yaitu dzat segala makhluk maka wujudnya itu ada permulaan dan ada kesudahan tiada bersifat Qadim dan Baqa’, sebab wujudnya itu dinamakan wujud Mujazi karena wujudnya itu bersandarkan Qudrat Iradat ALLAH Ta’ala
3.
Wujud ‘Ardy, yaitu dzat ‘Arodul wujud maka wujudnya itu ada permulaan dan tiada kesudahan seperti ruh, syurga, neraka, Arasy, Kursi dan lain-lain
Adapun yang Mawujud selain ALLAH Ta’ala dua bagian
1.
Mawujud dalam ‘alam sahadah, yaitu yang di dapat dengan khawas yang lima seperti langit, bumi, kayu, manusia, binatang dan lain-lain
2.
Mawujud didalam ‘alam ghaib yang tiada didapat dengan khawas yang lima tetapi didapat dengan nur iman dan Kasaf kepada siapa-siapa yang dikaruniakan ALLAH Ta’ala seperti Malaikat, Jin, Syaitan, Nur dan lain-lain.
Adapun segala yang Mawujud itu lima bagian:
1.
Mawujud pada Zihin yaitu ada pada ‘aqal
2.
Mawujud pada Kharij yaitu ada kenyataan bekas
3.
Mawujud pada Khayal yaitu seperti bayang-bayang dalam air atau yang didalam mimpi
4.
Mawujud pada Dalil yaitu ada pada dalil seperti asap tanda ada api
5.
Mawujud pada Ma’rifat yaitu dengan pengenalan yang putus tiada dapat diselingi lagi terus Ia Ma’rifat kepada ALLAH Ta’ala
Membicarakan Wujud-Nya dengan jalan dalil:
1.
Dalil yang didapat dari Khawas yang lima tiada dapat didustakan
2.
Dalil yang didapat dari Khabar Mutawatir tiada dapat didustakan
3.
Dalil yang didapat daripada ‘Aqal tiada dapat didustakan
4.
Dalil yang didapat daripada Rasulullah tiada dapat didustakan
5.
Dalil yang didapat daripada firman ALLAH Ta’ala tiada dapat didustakan
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~

SIFAT-SIFAT KETUHANAN
Adapun yang wajib bagi Ketuhanan itu bersifat dengan empat sifat:
1.
Sifat Nafsiyah, yaitu Wujud
2.
Sifat Salbiyah yaitu, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniat
3.
Sifat Ma’ani, yaitu, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami’, Bashir dan Kalam
4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu Qadirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirrun dan Muttaqalimuun
Dibagian lagi menjadi dua sifat (Pendekatan secara nafi dan isbat)
1.
Sifat Istighna’ yaitu, Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhulilkhawadits, Qiyamuhu binafsihi, Sami’, Bashir, Kalam, Sami’un, Bashirun dan Muttaqallimun
2.
Sifat Iftikor, yaitu Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Kodirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun dan Wahdaniah
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Bagianan II: Sifat Salbiyah
Adapun hakikat sifat Salbiyah itu: wahiya dallat ‘alallafiy maalaa khaliyqu billahi ‘aza wajalla, artinya barang yang menunjukkan atas menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al ALLAH Ta’ala yaitu lima sifat:
1.
QIDAM, artinya Sedia
2.
BAQA’ artinya Kekal,
3.
MUKHALAFATUHULILKHAWADITS artinya Bersalahan ALLAH Ta’ala dengan segala yang baharu.
4.
QIYAMUHU BINAFSIHI, artinya Berdiri ALLAH Ta’ala dengan sendiriNya.
5.
WAHDANIAH, artinya Esa
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
1.
QIDAM, artinya Sedia
Adapun hakikat Qidam ibarat dari menafikan ada permulaan bagi Wujud-Nya yakni tiada permulaan, lawannya Hudusy artinya baharu yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan Ia baharu karena jikalau Ia baharu niscaya jadilah Wujud-Nya itu wujud yang harus, tiadalah Ia wajibal wujud maka sekarang telah terdahulu wajibal wujud baginya maka menerimalah aqal kita wajib baginya bersifat Qadim dan mustahil lawannya baharu , adapun dalilnya firmannya dalam Al Qur’an: huwal awwalu, artinya Ia juga yang awal.
Adapun Qadim nisbah pada nama empat perkara:
a.
Qadim Haqiqi, yaitu dzat ALLAH Ta’ala
b.
Qadim Sifati, yaitu sifat Allat Ta’ala
c.
Qadim Idofi, yaitu Qadim yang bersandar seperti dahulu bapa daripada anak
d.
Qadim Zamani, yaitu masa yang telah lalu sekurang-kurangnnya setahun
2.
BAQA’ artinya Kekal
Adapun hakikat Baqa’ itu ibarat menafikan ada kesudahan bagi Wujud-Nya, yakni tiada kesudahan, lawannya Fana’ artinya binasa yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan Ia binasa, jikalau Ia binasa jadilah Wujud-Nya itu wujud yang baharu, apabila Ia baharu tiadalah Ia bersifat Qadim maka sekarang telah terdahulu bagi-Nya wajib bersifat Qadim maka menerimalah aqal kita wajib bagi-Nya bersifat Baqa dan mustahil lawannya binasa, adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur’an: wayabqo wajhu robbikauzuljalali wal ikrom, artinya kekal dzat Tuhan kamu yang mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan.
Adapun yang Kekal itu dua bagian:
a.
Kekal Haqiqi, yaitu dzat dan sifat ALLAH Ta’ala
b.
Kekal Ardy, yaitu kekal yang dikekalkan, menerima hukum binasa jikalau dibinasakan ALLAH Ta’ala, karena ia sebagianan daripada mumkinun, tetapi tiada dibinasakan maka kekALLAH ia, maka kekalnya itu dinamakan kekal ‘Ardy, seperti ruh, arasy, kursi, kalam, lauh mahfudh, surga, neraka, bidadari dan telaga nabi.
3.
MUKHALAFATUHULILKHAWADITSI artinya Bersalahan ALLAH Ta'ala dengan segala yang baharu
Adapun Hakikat Mukhalafatuhulilhawadits itu diibaratkan menafikan dzat dan sifat dan af'al ALLAH Ta'ala dengan segala sesuatu yang baharu, yakni tiada bersamaan dengan segala yang baharu, lawannya Mumassalatuhulilhawadits, artinya bersamaan dengan segala sesuatu yang baharu. Tiada diterima oleh aqal dikatakan ALLAH Ta'ala itu bersamaan dzat-Nya dan sifat-Nya dan af'al-Nya dengan segala yang baharu, karena jikalau bersamaan dengan segala yang baharu maka tiadalah Ia bersifat Qadim dan Baqa', sebab segala yang baharu menerima hukum binasa, maka sekarang telah terdahulu wajib bagi ALLAH Ta'ala bersifat Qadim dan Baqa', maka menerimalah aqal kita wajib bagi ALLAH Ta'ala bersifat mukhalafatuhulilhawadits, dan mustahil lawannya Mumasalatu lilhawadits, adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur'an: laisa kamislihi syaiin wa huwassami'ul bashir, artinya tiada seumpama ALLAH Ta'ala dengan segala sesuatu dan Ia mendengar dan melihat.
Adapun bersalahan dzat ALLAH Ta'ala dengan dzat yang baharu karena dzat ALLAH Ta'ala bukan jirim atau jisim dan bukan jauhar atau 'aradh dan tiada dijadikan, tiada bertempat, tiada berjihat, tiada bermasa atau dikandung masa dan tiada beranak atau diperanakkan.
Bersalahan sifat ALLAH Ta'ala dengan sifat yang baharu karena sifat ALLAH Ta'ala Qadim dan 'Aum takluknya, seperti Sami' ALLAH Ta'ala takluk pada segala yang mawujud.
Adapun sifat yang baharu itu tiada ia Qadim dan tiada 'Aum takluknya, tetapi takluk pada setengah perkara jua seperti yang baharu mendengar ia pada yang berhuruf dan bersuara dan yang tiada berhuruf dan bersuara tiada ia mendengar atau yang jauh atau yang tersembunyi seperti gerak-gerak yang dalam hati dan begitu jua sifat-sifat yang lain tiada serupa dengan sifat ALLAH Ta'ala.
Adapun bersalahan perbuatan ALLAH Ta'ala dengan perbuatan yang baharu karena perbuatan ALLAH Ta'ala itu memberi bekas dan tiada dengan alat perkakas dan tiada dengan minta tolong dan tiada mengambil faedah dan tiada yang sia-sia.
Adapun perbuatan yang baharu tiada memberi bekas dan dengan alat perkakas atau dengan minta tolong dan mengambil faedah.

4.
QIYAMUHU BINAFSIHI, artinya Berdiri ALLAH Ta’ala dengan sendirinya
Adapun hakikat Qiyamuhu binafsihi itu ibarat daripada menafikan berkehendak kepada tempat berdiri dan berkehendak kepada yang menjadikan dia, yakni tiada berkehendak kepada tempat berdiri dan tiada berkehendak kepada yang menjadikannya.
Mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan tiada berdiri dengan sendiriNya, karena Ia zat bukan sifat, jikalau Ia sifat, maka berkehendak kepada tempat berdiri karena sifat itu tiada boleh berdiri dengan sendirinya.
Dan tiada berkehendak kepada yang menjadikan Ia karena Ia Qadim, jikalau berkehendak Ia kepada yang menjadikan Dia, maka jadilah Ia baharu, apabila ia baharu tiadalah ia bersifat Qadim dan Baqa’ dan Mukhalafatuhulilhawadits.
Maka sekarang menerimalah aqal kita, wajib diterima oleh aqal, bagi ALLAH Ta’ala itu bersifat Qiyamuhubinafsihi dan mustahil lawannya An-laayakuunu ko’imambinafsihi, adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur’an: InnALLAHa laghniyyun ‘anil ‘alamiin, artinya ALLAH Ta’ala itu terkaya daripada sekalian alam.
Adapun segala yang Mawujud menurut berkehendak kepada tempat berdiri dan berkehendak kepada yang menjadikan dia itu empat bagian:
a.
Tiada berkehendak kepada yang menjadikan Dia dan tiada berkehendak kepada tempat berdiri, yaitu zat ALLAH Ta’ala
b.
Berdiri pada zat ALLAH Ta’ala dan tiada berkehendak kepada yang menjadikan Dia, yaitu sifat ALLAH Ta’ala
c.
Tiada berkehendak kepada tempat berdiri dan berkehendak kepada yang menjadikan dia yaitu segala jirim yang baharu
d.
Berkehendak kepada tempat berdiri dan berkehendak kepada yang menjadikan dia yaitu segala ‘aradh yang baharu
5.
WAHDANIAH, artinya Esa
Adapun hakikat Wahdaniah itu ibarat menafikan kammuttasil (berbilang-bilang atau bersusun-susun atau berhubung-hubung) dan kammumfasil (bercerai-cerai banyak yang serupa) pada zat, pada sifat, dan pada af’al.
Lawannya An-yakunu wahidan, artinya tiada ia esa. Mustahil tiada diterima oleh akal sekali-kali dikatakan tiada Ia Esa, karena jikalau tiada Ia Esa tiadalah ada alam ini karena banyak yang memberi bekas.
Seperti dikatakan ada dua atau tiga tuhan, kata tuhan yang satu keluarkan matahari dari barat, dan kata tuhan yang satu lagi keluarkan dari timur, dan kata tuhan yang satu lagi keluarkan dari utara atau selatan, karena tiga yang memberi bekas. Tentu kalau tuhan yang satu itu mengeluarkan matahari itu dengan sekehendakknya umpamanya disebelah barat, tentu pula tuhan yang lain meniadakkannya dan mengadakan lagi menurut kehendaknya umpamanya disebelah timur atau utara atau selatan, karena tiga-tiga tuhan itu berkuasa mengadakan dan meniadakan maka kesudahannya matahari itu tiada keluar.
Maka sekarang kita lihat dengan mata kepala kita sendiri bagaimana keadaan atau perjalanan didalam alam ini semuanya teratur dengan baiknya maka menerimalah aqal kita wajib diterima aqal Wahdaniah bagi ALLAH Ta’ala dan mustahil lawannya berbilang-bilang atau bercerai-cerai.
Adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur’an: Qul huwALLAHu ahad, artinya katakanlah oleh mu (Muhammad) ALLAH Ta’ala itu Esa, yakni Esa zat dan Esa sifat dan Esa Af’al.
Adapun Wahdaniah pada zat menafikan dua perkara:
a.
Menafikan Kammuttasil, yaitu menafikan berbilang-bilang atau bersusun-susun seperti dikatakan zat ALLAH Ta’ala itu berdarah, berdaging dan bertulang urat, atau dikatakan zat ALLAH Ta’ala itu kejadian daripada anasir yang empat.
b.
Menafikan Kammumfasil, yaitu menafikan bercerai-cerai banyak yang sebangsa atau serupa, umpama dikatakan ada zat yang lain seperti zat ALLAH Ta’ala yakni tiada sekali-kali seperti yang demikian itu.
Maka Kammuttasil dan Kammumfasil itulah yang hendak kita nafikan pada zat ALLAH Ta’ala, apabila sudah kita nafikan yang dua perkara ini maka barulah dikatakan Ahadiyyatuzzat, yakni Esa dzat ALLAH Ta’ala.
Adapun Wahdaniah pada sifat menafikan dua perkara:
a.
Menafikan Kammuttasil, yaitu menafikan berbilang-bilang atau bersusun-susun sifat, seperti dikatakan ada pada ALLAH Ta’ala dua Qudrat atau dua Ilmu atau dua Sami’ yakni tiada sekali-kali seperti yang demikian itu.
b.
Menafikan Kammumfasil, yaitu menafikan bercerai-cerai banyak yang sebangsa atau serupa seperti dikatakan ada Qudrat yang lain atau Ilmu yang lain seperti Qudrat dan Ilmu ALLAH Ta’ala.
Maka Kammuttasil dan Kammumfasil inilah yang hendak kita nafikan pada sifat ALLAH Ta’ala, apabila sudah kita nafikan yang dua itu maka baharulah dikatakan Ahadiyyatussifat, yakni Esa sifat ALLAH Ta’ala.
Adapun Wahdaniah pada af’al menafikan dua perkara:
a.
Menafikan Kammuttasil, yaitu menafikan berhubung atau minta tolong memperbuat suatu perbuatan, seperti dikatakan ALLAH Ta’ala jadikan kuat pada nasi mengenyangkan dan kuat pada air menghilangkan dahaga dan kuat pada api membakar dan kuat pada tajam memutuskan yakni tiada sekali-kali seperti yang demikian itu.
b.
Menafikan Kammumfasil, yaitu menafikan bercerai-cerai banyak perbuatan yang memberi bekas, seperti dikatakan ada perbuatan yang lain memberi bekas seperti perbuatan ALLAH Ta’ala, yakni tiada sekali-kali seperti yang demikian itu. Maka Kammuttasil dan Kammumfasil inilah yang hendak kita nafikan pada af’al ALLAH Ta’ala, apabila sudah kita nafikan yang dua ini maka baharulah kita dikatakan Ahadiyyatull af’al, yakni Esa perbuatan ALLAH Ta’ala.
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~

SIFAT-SIFAT KETUHANAN
Adapun yang wajib bagi Ketuhanan itu bersifat dengan empat sifat:
1.
Sifat Nafsiyah, yaitu Wujud
2.
Sifat Salbiyah yaitu, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniat
3.
Sifat Ma’ani, yaitu, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami’, Bashir dan Kalam
4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu Qadirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirrun dan Muttaqalimuun
Dibagian lagi menjadi dua sifat (Pendekatan secara nafi dan isbat)
1.
Sifat Istighna’ yaitu, Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhulilkhawadits, Qiyamuhu binafsihi, Sami’, Bashir, Kalam, Sami’un, Bashirun dan Muttaqallimun
2.
Sifat Iftikor, yaitu Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Kodirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun dan Wahdaniah
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Bagianan III: Sifat Ma’ani
Adapun hakikat sifat Ma’ani itu: wahiya kullu sifatu maujudatun qo’imatun bimaujuudatun aujabat lahu hukman, artinya tiap-tiap sifat yang berdiri pada yang maujud (wajibalwujud / zat ALLAH Ta’ala) maka mewajibkan suatu hukum (yaitu Ma’nawiyah)
Sifat Ma’ani ini maujud pada zihin dan maujud pula pada kharij, ada tujuh perkara:
1.
QUDRAT artinya Kuasa, Takluk pada segala mumkinun
2.
IRADAT artinya Menentukan, takluk pada segala mumkinun
3.
ILMU artinya Mengetahui, takluk pada segala yang wajib, mustahil dan ja'iz bagi aqal.
4.
HAYAT artinya Hidup, tiada takluk, tetapi syarat bagi aqal kita menerima adanya sifat-sifat yang lain.
5.
SAMA’ artinya Mendengar, takluk pada segala yang maujud.
6.
BASYAR artinya Melihat, takluk pada segala yang maujud.
7.
KALAM artinya Berkata-kata
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
1.
Qudrat artinya Kuasa Adapun hakikat Qudrat itu yaitu satu sifat yang Qadim lagi azali yang sabit berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, maka dengan Dia mengadakan dan meniadakan bagi segala mumkin muafakat dengan Iradat-Nya. Adapun arti mumkin itu barang yang harus adanya atau tiadanya
Adapun mumkin itu empat bagian:
a.
Mumkin Maujuud ba’dal ‘adum, yaitu mumkin yang pada masa sekarang, dahulu tiada, seperti: langit, bumi dan kita semuanya.
b.
Mumkin Ma’dum ba’dal wujud, yaitu mumkin yang tiada pada masa sekarang ini dahulunya ada, seperti: nabi Adam as, dan datok-datok nenek kita yang sudah tiada.
c.
Mumkin sayuzad, yaitu mumkin yang akan datang seperti hari kiamat, syurga dan neraka.
d.
Mumkin Ilmu ALLAH annahu lamyujad, yaitu mumkin yang didalam Ilmu ALLAH Ta’ala, tetapi tiada dijadikan seperti hujan emas, Air laut rasanya manis, dan banyak yang lain lagi.
Lawannya ‘Ujdzun artinya lemah, yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan ALLAH Ta’ala itu lemah, karena jikalau Ia lemah niscaya tiadalah ada alam ini karena yang lemah itu tiada dapat memperbuat suatu perbuatan. Maka sekarang alam ini telah nyata adanya bagaimana yang kita lihat sekarang ini, maka menerimalah aqal kita wajib diterima aqal, bagi-Nya bersifat Qudrat dan mustahil lawannya ‘Ujdzun.
Adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur’an: wALLAHu ‘ala kulli sai’in-qodir, artinya ALLAH Ta’ala itu berkuasa atas tiap-tiap sesuatu.
Tetaplah dalam Hakikat Qudrat itu difahami dengan memahami sifat Salbiyah terlebih dahulu untuk menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al ALLAH Ta’ala.
Qudrat ALLAH Ta’ala Qadim atau sedia, tiada diawali dengan lemah.
Qudrat ALLAH Ta’ala Baqa’ atau Kekal, tiada diakhiri dengan lemah.
Qudrat ALLAH Ta’ala itu Mukhalafatuhu lil hawadits, atau bersalahan dengan yang baharu, maha suci dari sekalian misal.
Qudrat ALLAH Ta’ala itu Qo’imumbizzatihi atau berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, tiada meminta tolong pada sesuatu, dan tiada mengambil faedah.
Qudrat ALLAH Ta’ala itu Wahdaniyah, atau Esa, tiada kamuttassil (Berhubung/bersusun) dan tiada kamumfasil (tiada bercerai dengan sifat yang lain).
2.
Iradat artinya Menentukan Adapun hakikat Iradat itu satu sifat yang Qadim lagi azali yang sabit berdiri pada zat ALLAH Ta’ala maka dengan Dia menentukan sekalian mumkin adanya atau tiadanya,muafakat dengan Ilmu-Nya.
Adapun Iradat ALLAH Ta’ala menentukan enam perkara:
a.
Menentukan mumkin itu Ada atau tiadanya
b.
Menentukan Tempat mumkin itu
c.
Menentukan Jihat mumkin itu
d.
Menentukan Sifat mumkin itu
e.
Menentukan Qadar mumkin itu
f.
Menentukan Masa mumkin itu
Lawannya Karahat artinya tiada menentukan atau tiada berkehendak, yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan ALLAH Ta’ala itu tiada menentukan atau tiada berkehendak, karena jikalau tiada Ia menentukan atau tiada Ia berkehendak mengadakan alam ini atau meniadakan alam ini niscaya tiadalah baharu (Berubah) alam ini maka sekarang alam ini telah nyata adanya perubahan, ada siang ada malam, ada yang datang ada yang pergi, seperti yang telah kita lihat dengan mata kepala kita sendiri, maka menerimalah aqal kita wajib bagi ALLAH Ta’ala bersifat Iradat dan mustahil lawannya Karahat.
Adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur’an: fa’allu limaa yuriy d’, artinya berbuat ALLAH Ta’ala dengan barang yang ditentukan-Nya.
Adapun Iradat dengan amar dan nahi itu tiada berlazim karena: Ada kalanya disuruh tetapi tiada dikehendaki seperti Abu jahal, Abu lahab dan segala pengikutnya. Ada kalanya disuruh dan dikehendaki seperti Abu Baqa’r dan segala sahabat yang lain. Ada kalanya tiada disuruh dan tiada dikehendaki seperti kafir yang banyak. Adakalanya tiada disuruh tetapi dikehendaki seperti mengerjakan yang haram dan makruh seperti Nabi Adam as dan Hawa.
Tetaplah dalam Hakikat Iradat itu difahami dengan memahami sifat Salbiyah terlebih dahulu untuk menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al ALLAH Ta’ala.
Iradat ALLAH Ta’ala Qadim atau sedia, tiada diawali dengan Karahat.
Iradat ALLAH Ta’ala Baqa’ atau Kekal, tiada diakhiri dengan Karahat.
Iradat ALLAH Ta’ala itu Mukhalafatuhu lil hawadits, atau bersalahan dengan yang baharu, maha suci dari sekalian misal.
Iradat ALLAH Ta’ala itu Qo’imumbizzatihi atau berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, tiada meminta tolong pada sesuatu, dan tiada mengambil faedah.
Iradat ALLAH Ta’ala itu Wahdaniyah, atau Esa, tiada kamuttassil (Berhubung/bersusun) dan tiada kamumfasil (tiada bercerai dengan sifat yang lain).
3.
Ilmu artinya Mengetahui Adapun hakikat Ilmu itu yaitu satu sifat yang Qadim lagi azali yang sabit berdiri pada zat ALLAH Ta’ala maka dengan Dia Mengetahui pada yang wajib, pada yang mustahil, dan pada yang harus.
Adapun yang wajib itu zat dan sifatNya, maka mengetahui Ia zatNya dan sifatNya yang Kamalat.
Adapun yang mustahil itu yaitu yang menyekutui ketuhanannya atau yang kekurangan baginya maka mengetahui Ia tiada yang menyekutui bagi ketuhanan-Nya dan yang kekurangan pada-Nya.
Adapun yang harus itu sekalian alam ini maka mengetahui Ia segala perkara yang ada pada masa sekarang ini, segala perkara yang sudah tiada dan segala perkara yang akan diadakan lagi dan tiada terdinding yang dalam Ilmu-Nya sebesar jarah jua pun, semuanya diketahui-Nya dengan Ilmu-Nya yang Qadim
Lawannya Jahil, artinya bodoh, yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan Ia Jahil atau bodoh karena jikalau ia Jahil atau bodoh niscaya tiadalah teratur atau tersusun segala pekerjaan didalam alam ini maka sekarang alam ini telah teratur dan tersusun dengan baiknya, maka menerimalah aqal kita wajib bagi ALLAH Ta’ala bersifat Ilmu dan mustahil lawannya Jahil atau bodoh.
Adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur’an: wALLAHu bikulli syai’in ‘alimun, artinya ALLAH Ta’ala mengetahui tiap-tiap sesuatu.
Tetaplah dalam Hakikat Ilmu itu difahami dengan memahami sifat Salbiyah terlebih dahulu untuk menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al ALLAH Ta’ala.
Ilmu ALLAH Ta’ala Qadim atau sedia, tiada diawali dengan jahil.
Ilmu ALLAH Ta’ala Baqa’ atau Kekal, tiada diakhiri dengan jahil.
Ilmu ALLAH Ta’ala itu Mukhalafatuhu lil hawadits, atau bersalahan dengan yang baharu, maha suci dari sekalian misal, dan tiada terdinding.
Ilmu ALLAH Ta’ala itu Qo’imumbizzatihi atau berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, tiada meminta tolong pada sesuatu.
Ilmu ALLAH Ta’ala itu Wahdaniyah, atau Esa, tiada kamuttassil (Berhubung/bersusun) dan tiada kamumfasil (tiada bercerai dengan sifat yang lain).

4.
Hayat artinya Hidup Adapun hakikat Hayat itu satu sifat yang Qadim lagi azali yang sabit berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, maka dengan Dia zohirlah sifat yang lain-lain.
Lawannya maut artinya mati, yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan Ia mati karena jikalau Ia mati niscaya tiadalah ada sifat yang lain seperti Qudrat, Iradat dan Ilmu maka menerimalah aqal kita wajib bagi ALLAH Ta’ala bersifat hayat dan mustahil lawannya maut.
Adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur’an: huwal hayyuladzii laa yamuut, artinya Dia yang Hidup yang tiada mati.
Tetaplah dalam Hakikat Hayat itu difahami dengan memahami sifat Salbiyah terlebih dahulu untuk menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al ALLAH Ta’ala.
Hayat ALLAH Ta’ala Qadim atau sedia, tiada diawali dengan maut.
Hayat ALLAH Ta’ala Baqa’ atau Kekal, tiada diakhiri dengan maut.
Hayat ALLAH Ta’ala itu Mukhalafatuhu lil hawadits, atau bersalahan dengan yang baharu, maha suci dari sekalian misal.
Hayat ALLAH Ta’ala itu Qo’imumbizzatihi atau berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, tiada meminta tolong pada sesuatu.
Hayat ALLAH Ta’ala itu Wahdaniyah, atau Esa, tiada kamuttassil (Berhubung/bersusun) dan tiada kamumfasil (tiada bercerai dengan sifat yang lain)
5.
Sami’ artinya Mendengar Adapun hakikat Sami’ itu yaitu satu sifat yang Qadim lagi azali yang sabit berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, maka dengan Dia mendengar segala yang mawujud sama ada yang mawujud itu Qadim atau Muhadas.
Adapun mawujud yang Qadim yaitu dzat dan Sifat-Nya, maka mendengar Ia akan Kalam-Nya yang tiada berhuruf dan bersuara, dan yang muhadas yaitu sekalian alam ini maka mendengar Ia akan segala perkara yang ada pada masa sekarang ini, segala perkara yang sudah tiada dan segala perkara yang akan diadakan lagi, maka tiada terdinding pendengarannya oleh sebab jauh atau tersembunyi.
Lawannya Sumum, artinya pekak atau tuli yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan Ia pekak atau tuli karena jikalau Ia pekak atau tuli niscaya tiadalah dapat Ia memperkenankan seruan makhluk-Nya padahal Menyuruh Ia kepada sekalian makhluk-Nya dengan meminta seperti firman-Nya dalam Al Qur’an: ud’uunii astajib lakum, artinya mintalah olehmu kepadaKu niscaya Aku perkenankan. Maka menerimalah aqal kita wajib bagi ALLAH Ta’ala bersifat Sami’ dan mustahil lawannya Sumum, pekak atau tuli, adapun dalilnya firman-Nya dalam Al Qur’an: wALLAHu sami’un ‘alimun, artinya ALLAH Ta’ala itu yang mendengar dan yang mengetahui .
Tetaplah dalam Hakikat Sami’ itu difahami dengan memahami sifat Salbiyah terlebih dahulu untuk menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al ALLAH Ta’ala.
Sami’ ALLAH Ta’ala Qadim atau sedia, tiada diawali dengan pekak.
Sami’ ALLAH Ta’ala Baqa’ atau Kekal, tiada diakhiri dengan pekak.
Sami’ ALLAH Ta’ala itu Mukhalafatuhu lil hawadits, atau bersalahan dengan yang baharu, maha suci dari sekalian misal, dan tiada terdinding.
Sami’ ALLAH Ta’ala itu Qo’imumbizzatihi atau berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, tiada meminta tolong pada sesuatu.
Sami’ ALLAH Ta’ala itu Wahdaniyah, atau Esa, tiada kamuttassil (Berhubung/bersusun) dan tiada kamumfasil (tiada bercerai dengan sifat yang lain).
6.
Bashir artinya Melihat Adapun hakikat Bashir itu satu sifat yang Qadim lagi azali yang sabit berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, maka dengan Dia melihat segala yang mawujud sama ada yang mawujud itu Qadim atau muhadas.
Adapun mawujud yang Qadim itu dzat dan sifat-Nya, maka melihat Ia akan dzat-Nya yang tiada berupa dan berwarna dan sifat-Nya yang kamalat.
Adapun mawujud yang muhadas itu sekalian alam ini maka melihat Ia akan segala perkara yang ada pada masa sekarang ini, segala perkara yang sudah tiada dan segala perkara yang lagi akan diadakan. Tiada terdinding yang pada penglihatan-Nya oleh sebab jauh atau sangat halusnya atau sangat kelamnya.
Lawannya ‘Umyun, artinya buta, yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan Ia buta karena jikalau Ia buta maka jadilah Ia kekurangan. Maka menerimalah aqal kita wajib bagi ALLAH Taa'la itu bersifat Bashir dan mustahil lawannya ‘Umyun atau buta
Adapun dalilnya firman-Nya dalam AlQur’an: wALLAHu bashirun bimaa ta’maluun, artinya ALLAH Ta’ala itu melihat apa yang kamu kerjakan.
Tetaplah dalam Hakikat Bashir itu difahami dengan memahami sifat Salbiyah terlebih dahulu untuk menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al ALLAH Ta’ala.
Bashir ALLAH Ta’ala Qadim atau sedia, tiada diawali dengan buta.
Bashir ALLAH Ta’ala Baqa’ atau Kekal, tiada diakhiri dengan buta.
Bashir ALLAH Ta’ala itu Mukhalafatuhu lil hawadits, atau bersalahan dengan yang baharu, maha suci dari sekalian misal, dan tiada terdinding.
Bashir ALLAH Ta’ala itu Qo’imumbizzatihi atau berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, tiada meminta tolong pada sesuatu.
Bashir ALLAH Ta’ala itu Wahdaniyah, atau Esa, tiada kamuttassil (Berhubung/bersusun) dan tiada kamumfasil (tiada bercerai dengan sifat yang lain).
7.
Kalam artinya Berkata-kata Adapun hakikat Kalam itu satu sifat yang Qadim lagi azali yang sabit berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, maka dengan Dia berkata-kata pada yang wajib seperti firman-Nya: fa’lam annahu laailahaillalah, artinya ketahui oleh mu bahwasanya tiada tuhan melainkan ALLAH, dan berkata-kata pada yang mustahil dengan firman-Nya: laukana fiyhima alihatun illALLAH lafasadatu, artinya jikalau ada tuhan yang lain selain daripada ALLAH maka binasalah segala-galanya. dan berkata pada yang harus dengan firman-Nya: wALLAHu holaqokum wamaa ta’maluun, artinya ALLAH Ta’ala jua Yang menjadikan kamu dan barang perbuatan kamu.
Lawannya Bukmum, artinya kelu atau bisu yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan Ia bisu atau kelu karena jikalau Ia bisu atau Kelu tiadalah dapat Ia menyuruh atau mencegah dan menceritakan segala perkara seperti hari kiamat, syurga, neraka dan lain-lain. Maka sekarang suruh dan cegah itu ada pada kita seperti suruh kita sembahyang dan cegah kita berbuat ma’siat. Maka menerimalah aqal kita wajib bagi ALLAH Ta’ala itu bersifat Kalam dan mustahil lawannya bukmum, kelu atau bisu. Adapun dalilnya friman-Nya dalam Al Qur’an: wa kallamallaahu muusa taqlimaan, artinya berkata-kata ALLAH Ta’ala dengan nabi Musa as dengan sempurna kata.
Adapun Kalam ALLAH Ta’ala itu satu sifat jua tiada Ia berbilang tetapi berbagi-bagi dipandang dari segi perkara yang dikatakan-Nya apabila Ia menunjukkan kepada suruh maka dinamakan amar seperti suruh sembahyang dan puasa dan lain-lain, jika Ia menunjukkannya kepada cegah atau larangan maka dinamakan nahi seperti cegah berjudi., minum arak dan lain-lain, jika Ia menunjukkan pada cerita dinamakan akhbar, seperti cerita raja Fir’aun , Namrudz, dan lain-lain. jika Ia menunjukkan pada khabar gembira dinamakan Wa’ad seperti balas syurga pada orang beriman dan ta’at dan lian-lain, jika Ia menunjukkan pada khabar menakutkan maka dinamakan Wa’id, seperti janji balas neraka dan azab bagi orang yang berbuat maksiat dan kafir.
Tetaplah dalam Hakikat Kalam itu difahami dengan memahami sifat Salbiyah terlebih dahulu untuk menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al ALLAH Ta’ala.
Kalam ALLAH Ta’ala Qadim atau sedia, tiada diawali dengan kelu.
Kalam ALLAH Ta’ala Baqa’ atau Kekal, tiada diakhiri dengan kelu.
Kalam ALLAH Ta’ala itu Mukhalafatuhu lil hawadits, atau bersalahan dengan yang baharu, maha suci dari sekalian misal, tiada terdinding dan tiada berhuruf atau bersuara.
Kalam ALLAH Ta’ala itu Qo’imumbizzatihi atau berdiri pada zat ALLAH Ta’ala, tiada meminta tolong pada sesuatu.
Kalam ALLAH Ta’ala itu Wahdaniyah, atau Esa, tiada kamuttassil (Berhubung/bersusun) dan tiada kamumfasil (tiada bercerai dengan sifat yang lain).
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~

SIFAT-SIFAT KETUHANAN
Adapun yang wajib bagi Ketuhanan itu bersifat dengan empat sifat:
1.
Sifat Nafsiyah, yaitu Wujud
2.
Sifat Salbiyah yaitu, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniat
3.
Sifat Ma’ani, yaitu, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami’, Bashir dan Kalam
4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu Qadirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirrun dan Muttaqalimuun
Dibagian lagi menjadi dua sifat (Pendekatan secara nafi dan isbat)
1.
Sifat Istighna’ yaitu, Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhulilkhawadits, Qiyamuhu binafsihi, Sami’, Bashir, Kalam, Sami’un, Bashirun dan Muttaqallimun
2.
Sifat Iftikor, yaitu Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Kodirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun dan Wahdaniah
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Bagianan IV: Sifat Ma’nawiyah
Adapun hakikat sifat ma’nawiyah itu: hiyal halul wajibatu lidzati madaamati lidzati mu’allalati bi’illati, artinya hal yang wajib bagi dzat selama ada dzat itu dikarenakan suatu karena yaitu Ma’ani, umpama berdiri sifat Qudrat pada dzat maka baru dinamakan dzat itu Qadirun, artinya Yang Kuasa, Qudrat sifat Ma’ani, Qadirun sifat Ma’nawiah maka berlazim-lazim antar sifat Ma’ani dengan sifat Ma’nawiah, tiada boleh bercerai yaitu tujuh sifat pula:
1. QADIRUN, artinya Yang Kuasa, melazimkan Qudrat berdiri pada dzat
2. MURIIDUN, artinya Yang Menentukan maka melazimkan Iradat yang berdiri pada dzat
3. ‘ALIMUN, artinya Yang Mengetahui maka melazimkan ‘Ilmu yang berdiri pada dzat
4. HAYYUN, artinya Yang Hidup melazimkan Hayyat yang berdiri pada dzat
5. SAMI’UN, artinya Yang Mendengar melazimkan Sami’ yang berdiri pada dzat
6. BASIRUN, artinya Yang Melihat melazimkan Basir yang berdiri pada dzat
7. MUTTAKALLIMUN, artinya Yang Berkata-kata melazimkan Kalam yang berdiri pada dzat
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~


SIFAT-SIFAT KETUHANAN
Adapun yang wajib bagi Ketuhanan itu bersifat dengan empat sifat:
1.
Sifat Nafsiyah, yaitu Wujud
2.
Sifat Salbiyah yaitu, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniat
3.
Sifat Ma’ani, yaitu, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami’, Bashir dan Kalam
4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu Qadirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirrun dan Muttaqalimuun
Dibagian lagi menjadi dua sifat (Pendekatan secara nafi dan isbat)
1.
Sifat Istighna’ yaitu, Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhulilkhawadits, Qiyamuhu binafsihi, Sami’, Bashir, Kalam, Sami’un, Bashirun dan Muttaqallimun
2.
Sifat Iftikor, yaitu Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Kodirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun dan Wahdaniah
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Bagianan V: Sifat Istighna
Artinya sifat Kaya, Hakikat sifat Istighna: mustaghniyun ’angkullu maa siwahu, artinya Kaya ALLAH Ta’ala itu daripada tiap-tiap yang lain. Apabila dikatakan Kaya ALLAH Ta’ala daripada tiap-tiap yang lain, maka wajib bagi-Nya bersifat dengan sebelas (11) sifat, jikalau kurang salah satu daripada sebelas (11) sifat itu maka tiadalah dapat dikatakan Kaya ALLAH Ta’ala daripada tiap-tiap yang lainnya.
Adapun sifat wajib yang 11 itu ialah: Wujud, Qidam, Baqa’, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Kiyamuhubinafsihi, Sami’, Basir, Kalam, Sami’un, Basirun dan Muttakalimun.
Selain sebelas (11) sifat yang wajib itu ada tiga (3) sifat yang harus (Jaiz) yang termasuk pada sifat Istighna yaitu
1.
Mahasuci dari pada mengambil faedah pada perbuatan-Nya atau pada hukum-Nya, lawannya mengambil faedah, yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali karena jikalau mengambil faedah tiadalah Kaya Ia daripada tiap-tiap yang lainnya karena lazim diwaktu itu berkehendak Ia pada menghasilkan hajat-Nya
2.
Tiada wajib Ia menjadikan alam ini. Lawannya wajib yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali karena jikalau wajib Ia menjadikan alam ini tiadalah Ia Kaya daripada tiap-tiap yang lainnya, karena lazim diwaktu itu berkehendak Ia kepada yang menyempurnakan-Nya
3.
Tiada memberi bekas suatu daripada kainat-Nya dengan kuatnya. Lawannya memberi bekas yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali karena jikalau memberi sesuatu daripada kainat-Nya dengan kuatnya tiadalah Kaya Ia pada tiap-tiap yang lainnya karena lazim diwaktu itu berkehendak Ia mengadakan sesuatu dengan wasitoh
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~

SIFAT-SIFAT KETUHANAN
Adapun yang wajib bagi Ketuhanan itu bersifat dengan empat sifat:
1.
Sifat Nafsiyah, yaitu Wujud
2.
Sifat Salbiyah yaitu, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniat
3.
Sifat Ma’ani, yaitu, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami’, Bashir dan Kalam
4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu Qadirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirrun dan Muttaqalimuun
Dibagian lagi menjadi dua sifat (Pendekatan secara nafi dan isbat)
1.
Sifat Istighna’ yaitu, Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhulilkhawadits, Qiyamuhu binafsihi, Sami’, Bashir, Kalam, Sami’un, Bashirun dan Muttaqallimun
2.
Sifat Iftikor, yaitu Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Kodirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun dan Wahdaniah
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~
Bagianan VI: Sifat Ifthikhor
Artinya sifat berkehendak: hakikat sifat Ifthikhor: wamuftaqirun ilaihi kullu maa ’adaahu, artinya berkehendak tiap-tiap yang lainnya kepada-Nya.
Apabila dikatakan berkehendak tiap-tiap yang lain kepada-Nya maka wajib bagi-Nya bersifat dengan sembilan (9) sifat, jikalau kurang salah satu daripada sembilan (9) sifat ini maka tiadalah dapat berkehendak tiap-tiap yang lainya kepada-Nya,
Adapun sifat wajib yang sembilan (9) itu adalah:
1.
Qudrat
2.
Iradat
3.
Ilmu
4.
Hayat
5.
Qodirun
6.
Muridun
7.
‘Alimun
8.
Hayyun
9.
Wahdaniah
Selain dari sembilan (9) sifat yang wajib itu ada dua (2) sifat yang harus termasuk pada sifat Ifthikhor:
1.
Baharu sekalian alam ini. Lawannya Qodim yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali karena jikalau alam ini Qodim tiadalah berkehendak tiap-tiap yang lainnya kepada-Nya karena lajim ketika itu bersamaan derejat-Nya
2.
Tiada memberi bekas sesuatu daripada kainatnya dengan tobi’at atau dzatnya. Lawannya memberi bekas yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali karena jikalau memberi bekas sesuatu daripada kainat dengan tobi’at niscaya tiadalah berkehendak tiap-tiap yang lain kepada-Nya karena lajim ketika itu terkaya sesuatu daripadaNya.
Maka sekarang telah nyata pada kita bahwa duapuluh delapan (28) sifat Istighna dan duapuluh dua (22) sifat Ifthikhar maka jumlahnya jadi limapuluh (50) 'akaid yang terkandung didalam kalimah laa ilaha ilallaah, maka jadilah makna hakikat laa ilaha ilallaah itu dua: laa mustaghniyun angkullu maasiwahu, artinya tiada yang kaya dari tiap-tiap yang lainnya dan wa muftaqirun ilaihi kullu ma’adahu, artinya dan berkehendak tiap-tiap yang lain kepadaNya.
Ini makna yang pertama maka daripada makna yang dua itu maka jadi empat (4):
1.
Wajibal wujud, yaitu yang wajib adanya.
2.
Ishiqoqul ibadah, yaitu yang mustahak bagi-Nya ibadah
3.
Kholikul 'alam, yaitu yang menjadikan sekalian alam
4.
Maghbudun bihaqqi, yaitu yang disembah dengan sebenar-benarnya.
Ini makna yang kedua maka daripada makna yang empat (4) itu jadi satu (1) yaitu: Laa ilaha ilallaah, Laa ma’budun ilALLAH, artinya tiada Tuhan yang disembah dengan sebenarnya melainkan ALLAH.
Ini makna yang ketiga penghabisan maka jadilah kalimah laa ilaha ilallaah itu menghimpun nafi dan isbat
Adapun yang dinafikan itu sifat Istighna’ dan sifat Ifthikhor berdiri pada yang lain dengan mengatakan: laa ilaha dan diisbatkan sifat Istighna’ dan sifat Ifthikhor itu berdiri pada dzat ALLAH Ta’ala dengan mengatakan kalimah Ilallaah
Laa = nafi, Ilaha = menafi, ila = isbat, ALLAH = meng-isbat
Yang kedua kalimah laa ilaha ilallaah itu nafi mengandung isbat dan isbat mengandung nafi sepeti sabda nabi : laa yufarriqubainannafi wal-isbati wamamfarroqu bainahumaa fahuwa kaafirun, artinya Tiada bercerai antara nafi dan isbat dan barang siapa menceraikan kafir. Seperti asap dengan api. Asap itu bukan api dan asap itu tidak lain daripada api. Asap tetap asap dan api tetap api: tetapi asap itu menunjukkan ada api inilah artinya nafi mengandung isbat dan isbat mengandung nafi. Tiada bercerai dan tiada bersekutu.
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~

SIFAT-SIFAT KERASULAN
Adapun sifat yang wajib bagi rasul itu empat (4) perkara dan yang mustahil padanya empat (4) sifat pula dan yang harus padanya satu (1) sahaja:
1.
Siddiq, artinya Benar, lawannya Qizib, artinya Dusta yaitu mustahil
2.
Amanah, artinya Kepercaan, lawannya Hianat, artinya Tiada Kepercayaan yaitu mustahil
3.
Tabligh, artinya Menyampaikan, lawannya Qitman, artinya Menyembunyikan yaitu mustahil
4.
Fathonah, artinya Cerdik Bijaksana, lawannya Biladah, artinya Jahil yaitu mustahil
Adapun yang harus padanya satu (1) sahaja, yaitu: 'Iradul basariyyah, artinya Berperangai dengan perangai manusia yang tiada membawa kekurangan seperti makan, minum beranak, beristri dan sebagainya, lawannya tiada 'Iradul basariyyah, yaitu Tiada Berperangai dengan perangai manusia yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali karena kita telah mendengar banyak sekali sejarah atau riwayat nabi semasa hidupnya, istimewa pula orang yang sudah berjumpa dengannya seperti segala sahabatnya seperti Abu Bakar dan sahabat yang lain dan begitu juga segala musuhnya seperti Abu jahal dan Abu lahab
dan ditambah lagi dengan empat (4) perkara pada rukun iman dan lawannya.
Maka jadilah delapan belas (18) Aqa’id yang terkandung didalam kalimah MuhammadurRasuulullaah
1.
Percaya akan Malaikatnya, lawannya Tiada percaya
2.
Percaya akan Kitab, lawannya Tiada percaya
3.
Percaya akan segala Rasul, lawannya Tiada percaya
4.
Percaya akan Hari Kiamat, lawannya Tiada percaya
Empat (4) sifat yang wajib bagi rasul dan empat (4) sifat pula yang mustahil padanya dan satu (1) sifat yang harus padanya, lawannya satu (1) pula, ditambah dengan empat (4) pada Rukun Iman dan lawannya empat (4) pula maka dijumlahkan semuanya jadilah delapan belas (18) Aqa’id yang terkandung didalam Sahadat Rasul, maka baharulah jadi Aqa’idul Iman enam puluh delapan (68) yang terkandung didalam Dua Kalimah Syahadat :
Ashadu anllaa ilaha ilALLAH Wa Ashadu ana muhaammadarrasullullaah
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~

AQAI'DUL IMAN
Adapun Aqa’idul Iman itu lima bagian:
1.
Aqa’idul Iman 50, yaitu dengan ringkas untuk mengesahkan iman kita dan wajib diketahui bagi tiap-tiap orang Islam yang baligh lagi beraqal laki-laki atau perempuan yang mula hendak mengerjakan ibadah kepada ALLAH Ta’ala, jikalau tiada kita mengetahui Aqa’idul Iman yang ringkas ini maka tiadalah syah ibadah kita kepada ALLAH Ta’ala yaitu 20 sifat yang wajib dan 20 sifat yang mustahil dan 1 sifat yang harus maka dijumlahkan jadi 41 dan 4 sifat yang wajib bagi rasul dn 4 sifat pula yang mustahil dan 1 sifat yang harus pada rasul maka jadi 9, maka dijumlahkan dengan 41, jadi 50 Aqa’id
2.
Aqa’idul Iman 60
3.
Aqa’idul Iman 64
4.
Aqa’idul Iman 66
5.
Aqa’idul Iman 68
Adapun Aqa’idul Iman yang empat (4) kemudian ini untuk ma’rifat yaitu untuk membedakan dzat ALLAH Ta’ala dengan dzat yang baharu, dan membedakan sifat ALLAH Ta’ala dengan sifat yang baharu dan membedakan perbuatan ALLAH Ta’ala dengan perbuatan yang baharu, maka kesemuanya itu benar, hanya perselisihannya pada Rukun Iman sahaja, setengahnya tiada dimasukkan Rukun Iman yang 4 perkara, maka jadi 60, setengahnya dimasukkan Rukun Iman tetapi tiada dimasukkan lawannya, maka jadi 64, dan setengahnya dimasukkan Rukun Iman yang 4 perkara dan lawannya , maka jadilah 68 dan yang 66 tiada masyhur sebab tiada dimasukkan satu (1) sifat yang wajib bagi Rasul dan lawannya maka inilah sebab menjadi 66.
Maka baharulah jadi Syahadat itu dua (2) bagian:
1.
Syahadat Tauhid, yaitu Ashadu anllaa ilaha ilALLAH
2.
Syahadat Rasul, yaitu Ashadu ana muhammadarrasuulullaah
Adapun Fardhu Syahadat itu dua perkara:
1.
Diikrarkan dua kalimah itu dengan lidah
2.
Ditasdiqkan makna itu kedalam hati
Syarat Syahadat itu empat perkara:
1.
Diketahui apa isi didalam dua kalimah itu
2.
Diikrarkan dua kalimah itu dengan lidah
3.
Ditasdiqkan maknanya itu kedalam hati
4.
Diyakinkan sungguh-sungguh didalam hati
Rukun Syahadat itu empat perkara:
1.
Mengisbatkan dzat ALLAH Ta’ala dzat yang wajibal wujud
2.
Mengisbatkan sifat ALLAH Ta’ala sifat yang kamalat atau sifat yang kesempurnaan
3.
Mengisbatkan af’al ALLAH Ta’ala memberi bekas dan yang berlaku dalam alam ini semua perbuatannya
4.
Mengisbatkan kebenaran Rasulullah dan Muhammad itu benar-benar pesuruh ALLAH
Kesempurnaan Syahadat itu empat (4) perkara:
1.
Diketahui
2.
Diikrarkan dengan lidah
3.
Ditasdiqkan maknanya didalam hati
4.
Diamalkan dari dalam hati hingga melimpah keseluruh anggota
Yang Membinasakan Syahadat itu empat (4) perkara:
1.
Syak hatinya pada ALLAH Ta’ala
2.
Menduakan ALLAH Ta’ala
3.
Menyangkal dirinya dijadikan ALLAH Ta’ala
4.
Tiada mengisbatkan dzat, sifat dan af’al ALLAH Ta’ala dan kebenaran Rasul
Adapun dzikir itu tiga (3) bagianan
1.
Dzikir lidah yaitu: Laa ilaha ilALLAH
2.
Dzikir hati yaitu: ALLAH
3.
Dzikir sirr yaitu: Huwa
Adapun Laa ilaha ilallaah dzikir orang Syari’at Adapun ALLAH... ALLAH... dzikir orang Tarikat Adapun Huwa… Huwa… dzikir orang Hakikat
Laa ilaha ilallaah itu makanan Jasmani ALLAH… ALLAH… itu makanan Qalbu Huwa… Huwa… itu makanan Ruhani
ALLAH Alif = Dzat Lam = Sifat Lam = Af’al Ha = Asma’
Di tulis ulang dari: "ILMU TAUHID" yang disusun oleh Abdul Karim bin Muhammad Nur - Indonesia
~~~~~~~ oOo ~~~~~~~









1. Wujud
2. Qidam
3. Baqa'
4. Mukhalafatuhu lil Hawadis
5. Qiamuhu Binafsihi
6. Wahdaniyah
7. Qudrat
8. Iradat
9. Ilmu
10. Hayat
11. Sama'
12. Basar
13. Qalam
14. Kaunuhu Qadiran
15. Kaunuhu Muridan
16. Kaunuhu Aliman
17. Kaunuhu Haiyan
18. Kaunuhu Sami'an
19. Kaunuhu Basiran
20. Kaunuhu Mukalliman

1. Ada2. Sedia 3. Kekal 4. Bersalahan dari yang lain 5. Berdiri dengan sendiri 6. Esa 7. Berkuasa 8. Berkehendak 9. Berilmu 10. Hidup 11. Mendengar 12. Melihat 13. Berkata-kata 14. Keadaan berkuasa 15. Keadaannya berkehendak 16. Keadaannya berilmu 17. Keadaannya hidup 18. Keadaannya mendengar 19. Keadaannya melihat 20. Keadaannya berkata-kata
SIFAT DUA PULUH